PENGERTIAN MAWARITS (MIRATS)
Pengertian Mawarits-Faraidh-Mirats. Image by Google |
PENGERTIAN MAWARITS (MIRATS)
Pengertian Mirats
1.
Bahasa
Al-miirats
(الميراث) dalam bahasa Arab
adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata (وَرِثَ - يَرِثُ – إِرْثًا- وَمِيْرَاثًا). Dan maknanya
menurut bahasa ialah : [1]
انْتِقَال الشَّيْءِ مِنْ قَوْمٍ إِلَى قَوْمٍ آخَرِينَ
Berpindahnya
sesuatu dari seseorang kepada orang lain', atau dari suatu kaum kepada kaum
lain.
Pengertian
menurut bahasa ini tidaklah terbatas hanya pada hal-hal yang berkaitan dengan
harta, tetapi mencakup harta benda dan non harta benda. Ayat-ayat Al-Qur'an
banyak menegaskan hal ini, demikian pula sabda Rasulullah SAW. Di antaranya
Allah berfirman:
وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُودَ
"Dan
Sulaiman telah mewarisi Daud ..." (QS. An-Naml: 16)
وَكُنَّا نَحْنُ الْوَارِثِينَ
"...
Dan Kami adalah yang mewarisinya." (QS. Al-Qashash: 58)
Selain
itu kita dapati dalam hadits Nabi SAW:
وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ
'Dan
para ulama adalah ahli waris para nabi'(HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan
At-tirmizi)
Para
ulama adalah orang-orang yang mendapatkan warisan dari para nabi, yaitu berupa
ilmu-ilmu agama. Sebab para nabi tidak mewariskan harta benda. Dan para ahli
warisnya adalah para ulama.
2.
Istilah
Dalam
mazhab Asy-Syafi'iyah dan juga Al-Qadhi Afdhaluddin Al-Khunaji dari kalangan
Al-Hanabilah disebutkan bahwa definisi al-irts adalah : [2]
حَقٌّ قَابِلٌ لِلتَّجَزُّؤِ يَثْبُتُ لِمُسْتَحِقِّهِ بَعْدَ مَوْتِ مَنْ كَانَ لَهُ ذَلِكَ لِقَرَابَةٍ بَيْنَهُمَا أَوْ نَحْوِهَا
Sedangkan
makna al-miirats menurut istilah yang dikenal para ulama ialah :
Berpindahnya
hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih
hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja
yang berupa hak milik legal secara syar'i.
Selain
itu kita juga mengenal istilah ilmu faraidh, yang hampir sama dengan istilah
waris. Para ulama mendefinisikannya sebagai : [3]
عِلْمٌ بِأُصُولٍ مِنْ فِقْهٍ وَحِسَابٍ تُعَرِّفُ حَقَّ كُلٍّ فِي التَّرِكَةِ
Ilmu
tentang dasar-dasar fiqih dan perhitungan, yang dengannya dapat diketahui
hak-hak tiap orang dalam pembagian harta peninggalan.
Dari
definisi di atas bisa kita dapat beberapa batasan, antara lain :
a.
Pindahnya Kepemilikan
Pembagian
waris memastikan kepemilikan atas suatu harta tertentu. Pembagian waris tidak
menetapkan siapa yang memegang, mengelola atau menempati suatu harta. Bisa saja
harta itu dimiliki oleh seorang ahli waris, tetapi dalam prakteknya dipinjamkan
atau dikelola oleh orang lain. Kalau harta itu berbentuk rumah misalnya, ahli
waris yang mendapat rumah itu tidak harus tinggal di dalamnya. Bisa saja orang
lain yang menempatinya, asalkan dengan seizin si empunya.
Maka
yang ditetapkan dalam ilmu waris adalah siapa yang berhak untuk menjadi pemilik
atas suatu harta dari para ahli waris.
b.
Dari Orang Meninggal
Orang
yang sudah meninggal secara otomatis kehilangan hak kepemilikan atas harta.
Kalau ada orang yang memiliki harta lalu meninggal, maka secara otomatis harta
itu kehilangan pemilik.
Secara
hukum Islam, harta itu harus ada pemiliknya. Karena tidak mungkin suatu harta
dibiarkan terbengkalai tanpa ada pemiliknya. Dan di dalam hukum Islam, pemilik
dari harta yang pemilik aslinya telah meninggal dunia tidak lain adalah para
ahli warisnya.
c.
Kepada Ahli Waris yang Hidup
Ahli
waris adalah orang yang pada saat almarhum wafat, dirinya masih hidup. Bila
ahli waris itu sudah meninggal terlebih dahulu, maka dia sudah bukan lagi
menjadi ahli waris.
Dan
orang yang sudah meninggal dunia, tentu tidak menjadi pihak yang menerima
warisan. Namun perlu ditegaskan bahwa dalam hal ini batasan meninggalnya adalah
ketika orang yang menjadi pewarisnya meninggal.
Sehingga
bila ada seorang ahli waris yang belum sempat menerima harta warisan dari
almarhum pewarisnya, lantaran pembagian warisan itu terlambat, maka dia tetap
mendapatkan jatah warisan, meski terlanjur meninggal.
Hartanya
diberikan kepada orang-orang yang menjadi ahli warisnya, untuk kemudian dibagi
waris lagi dengan benar.
d.
Harta yang Halal dan Legal
Harta
yang boleh dibagi waris hanyalah harta yang halal secara syar'i dan legal
secara hukum. Halal secara syar’i maksudnya secara ketentuan dari Allah, harta
itu memang merupakan hak almarhum secara sah. Sedangkan secara legal maksudnya
agar tidak ada keragu-raguan tentang status legalitas kepemilikan atas harta
itu.
Harta
yang dimiliki almarhum secara tidak sah secara syariah tapi legal dari segi
hukum misalnya bunga bank konvensional.
Dengan
demikian kalau ada seorang pencuri yang meninggal dunia, dia punya harta yang
didapat dengan cara tidak halal, jelaslah harta itu tidak boleh dibagi waris.
Lalu diapakan harta itu? Jawabnya harta itu harus dikembalikan kepada pemilik
aslinya yang sah.
Demikian
juga harta yang dikumpulkan oleh seorang pejabat negara dengan jalan tidak
halal, entah lewat korupsi, gratifikasi, manupulasi atau memeras pengusaha dan
sebagainya, jelas-jelas harta itu tidak sah untuk dimiliki. Maka harta itu pun
tidak sah untuk dibagi waris.
B.
Pengertian Ilmu Mawarits
Sedangkan
ilmu mawaris didefinisikan oleh para ulama sebagai : [4]
عِلْمٌ بِأُصُولٍ مِنْ فِقْهٍ وَحِسَابٍ تُعَرِّفُ حَقَّ كُلٍّ فِي التَّرِكَةِ
Ilmu
tentang dasar-dasar fiqih dan hitungan yang dengan ilmu itu kita dapat
mengetahui hak-hak setiap ahli waris dalam pembagian waris.
Ilmu
mawaris seringkali dimasukkan ke dalam salah satu bab di dalam kitab fiqih yang
menjadi karya para ulama. Namun karena keunikannya, seringkali para ulama
menulis khusus satu kitab yang hanya membahas masalah mawaris.
Di
antara yang pertama kali menulis khusus tentang fiqih mawaris adalah Ibnu
Syubrumah, Ibnu Abi Laila dan Abu Tsaur, pada abad kedua hijriyah.
----------
Sumber :
http://www.fiqihkehidupan.com/bab.php?id=244
No comments